Beranda / Romansa / SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS / 2. Silakan Ambil Calon Suamiku

Share

2. Silakan Ambil Calon Suamiku

Penulis: TrianaR
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-15 22:08:14

Part 2

"De-dewi??" ucapnya dengan wajah pias.

"Mbak De-wi?" sahut Geni tak kalah kagetnya. Tapi ekspresinya langsung berubah cuek dan sama sekali tidak merasa bersalah.

Mereka bangkit berdiri, menatap penampilanku dari ujung kaki sampai ujung kepala.

"Kenapa Mbak ke sini? Mau cari calon suaminya ya? Duh, sayang banget tapi Mas Gala udah milih aku, Mbak! Tolong ikhlasin saja ya!" tanya Geni dengan raut masam.

"Dasar pengkhianat kalian! Kau juga, Gen, kenapa kau tega lakukan ini padaku, padahal kita ini saudara!" teriakku lagi.

Geni justru tersenyum masam. Ia berjalan mendekat ke arahku dengan tangan bersidekap di dada, seolah menunjukkan sikap angkuhnya.

"Maaf ya, Mbak Dewi. Bukannya aku mau merebut Mas Gala dari Mbak. Tapi, Mas Gala sendiri yang datang ke sini dan melamarku. Dia bilang dia ingin menikah dengan gadis yang masih perawan tingting bukan gadis bekas orang!"

Plaaakkk!!!

Tanpa sadar kulayangkan tamparan pada pipi gadis itu. "Jaga bicaramu, Geni! Jangan menuduhku sembarangan!"

Geni meringis kesakitan sembari memegangi pipinya. Ia balas menatapku tajam.

"Aku gak menuduhmu, Mbak! Memang kenyataa----"

"BERHENTIII!" teriakku.

"Lebih baik kamu yang berhenti Dewi! Jangan buat kekacauan di sini!" tukas Mas Gala tiba-tiba membuat mulut ini bungkam seketika.

Lelaki itu merangkul pundak Geni dan membelai pipinya yang tadi kutampar. Terlihat lembut dan perhatian. Melihat tak ada rasa canggung diantara mereka seperti itu, aku yakin ini bukan pertama kalinya mereka menjadi dekat. Pasti sudah dari jauh-jauh hari, hanya saja aku tak menyadari.

Aku memundurkan langkah saat Mas Gala brengsek itu hendak mendekat ke arahku.

Ketika aku berbalik rupanya bapak sudah ada di belakangku, tanpa ba bi bu lagi, bapak menghajar Mas Gala hingga menimbulkan kehebohan.

Keadaan di sekitar rumah Geni langsung menjadi kacau. Terdengar teriakan, hingga mengundang perhatian tetangga yang kini mulai berdatangan. Sedangkan aku masih berdiri terpaku.

Bapak melayangkan pukulan kepada Mas Gala dengan penuh amarah meski sudah dilerai beberapa orang.

Wajah Mas Gala memerah, namun ia tidak berani membalas ataupun melawannya.

"Pantaskah kau lakukan ini pada putriku 'hah? Membatalkan acara pernikahan secara sepihak tanpa bicara dulu?! Kau sungguh tidak beradab, Gala!"

Buugg! Buugg!!

"Apalagi kamu justru datang ke sini untuk melamar Geni! Apa kau sudah gak waras 'hah?!"

"Sudah, Pak Dhe! Jangan! Jangan! Jangan sakiti Mas Gala!" teriak Geni sembari berdiri di tengah-tengah sembari merentangkan tangannya, berusaha mencegah Bapak agar berhenti memukul.

Napas bapak terlihat memburu, dadanya naik turun, menatap Geni dengan mata penuh kemarahan. "Jangan campuri urusan ini! Ini adalah masalahku dan Gala. Dia harus tahu betapa besar penghinaannya terhadap putriku!"

Meski tampak ketakutan, Geni tetap berdiri tegak di depan Mas Gala. "Pak Dhe, mohon hentikan! Kalau Pak Dhe mau pukul, pukul aku saja! Jangan pukul Mas Gala!" teriak Geni cukup lantang. Tanpa takut, matanya mendongak menatap Bapak.

Bapak akhirnya berhenti, napasnya masih memburu. Ia menatap Geni lalu beralih menatap Mas Gala dengan tatapan emosi. Aku tahu bapak hanya ingin membalas sakit hati anak perempuannya.

Aku berdiri mematung, merasa tidak berdaya. Semua terjadi terlalu cepat, aku merasa seolah terjebak dalam mimpi buruk.

Kuhela napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri, mengatur napas agar tidak terisak lebih keras.

Dengan langkah gontai, aku mendekati Bapak. "Bapak, sudah cukup. Kita pulang saja," ucapku dengan suara lemah. Aku kalah.

Bapak memandangku dengan tatapan iba. Segera kuhapus butiran bening yang menetes di pipi. Lalu kuberanikan diri menatap Geni dan Mas Gala.

"Kalau itu yang kau inginkan, silakan ambil saja calon suamiku! Perebut memang pantas dengan seorang pecundang!"

Keduanya membulatkan mata saat mendengar sindiran pedas dariku.

"Jadi kau menganggapku sebagai pecundang? Jangan berkata sembarangan atau kau akan menyesal, Dewi!!" pekik Mas Gala dengan nada kesal.

"Bukan aku yang menyesal, tapi kamu, Mas!" tukasku tak mau kalah.

"Ayo Pak, kita pulang! Gak ada gunanya kita di sini!"

Dengan susah payah, aku menggandeng tangan Bapak dan berusaha berjalan keluar dari kerumunan tetangga yang masih terlihat penasaran. Aku merasa semua orang menatap kasihan padaku. Seorang pengantin yang batal menikah karena sang mempelai pria justru lebih memilih bersama wanita lain.

Saat kami melangkah pergi, aku merasakan tekanan semakin berat, dada ini terasa begitu sesak seolah ada beban besar yang menghimpit. Aku tahu, yang terjadi hari ini tidak akan pernah mudah dilupakan.

Jangan tanya bagaimana perasaanku saat ini. Hancur? Sudah pasti.

Begitu sampai di rumah, suasana menjadi hening. Semua mata memandang ke arah kami dengan tatapan bertanya.

Ibu yang khawatir langsung memelukku sambil menangis. Sedangkan bapak masih berdiri di sampingku, mengamati dengan raut wajah khawatir.

"Jadi bagaimana ini keputusannya, Pak? Pernikahan dilanjut atau dibatalkan? Saya tidak bisa berlama-lama di sini karena masih ada jadwal ijab di desa lain," ujar Pak Penghulu menghampiri kami.

Bapak dan ibu saling pandang. Aku tahu, mereka pasti sama kalutnya denganku. Miris sekali nasibku bukan?

"Batal, Pak. Bagaimana bisa aku menikah sementara pengantin prianya tidak datang," ucapku dengan nada bergetar.

"Saya bersedia menjadi mempelai prianya," kata seorang pria dengan suara tegas.

Spontanitas kami semua menoleh. Tetiba, seorang pria berpakaian kemeja putih muncul dari kerumunan, menarik perhatian semua orang. Wajahnya tampak serius tapi penuh tekad.

Bapak dan ibu tertegun mendengar ucapannya. Sementara aku masih menatapnya seolah tak percaya.

"Jika pengantin prianya tidak datang, biar saya yang menggantikannya, saya akan menikahi Dewi," ujarnya mantap, seolah meyakinkan tatapan orang-orang.

"Mas Aksara ...." lirihku.

Bapak dan ibu memandangku. "Dewi, kamu mengenalinya?"

"Pak, dia ....."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS   48. Pulang

    Mobil ambulans dari Rumah Sakit akhirnya berhenti di depan rumah. Dewi langsung bergegas keluar bersama Aksara.Dua petugas membantu menurunkan tandu. Di atasnya, seorang lelaki tua terbaring lemah. Wajahnya pucat, satu sisi mulutnya agak mencong, dan sorot matanya kosong sesekali berkedip pelan.“Bapak …” bisik Dewi pelan, suaranya tercekat.Bapak hanya memutar kepalanya perlahan ke arah suara Dewi. Mulutnya terbuka sedikit, mengeluarkan suara pelan, “Heh … ha … ho …”Dewi menutup mulutnya dengan tangan, menahan isak.“Bapak pulang ya … Maaf ya, Pak, kami nggak bisa nyembuhin Bapak sepenuhnya,” ujarnya dengan suara bergetar.Aksara menguatkan pundaknya. Ia ikut membantu mengangkat tubuh sang Bapak dari tandu ke tempat tidur yang telah disiapkan. Di sudut ruangan, Ibu Dewi menyeka air mata dengan ujung kerudungnya. Ia duduk diam, menatap suaminya yang dulu penuh semangat mengurus ladang, kini hanya bisa terbaring.

  • SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS   47. Sandiwara

    “Nikahi aku,” ucap Geni, tanpa tedeng aling-aling.“Kamu tunjukkan ke semua orang kalau aku masih pemenangnya. Biar Dewi lihat. Biar semua orang lihat … kalau aku nggak kalah.”Gala memejamkan mata, lalu berdiri.“Lo gila. Ini bukan solusi, Gen! Lo bener-bener udah kelewat batas …”Geni ikut berdiri, wajahnya dingin tapi penuh tekanan.“Aku yang akan nutupin masalah kecelakaan ini, Mas. Aku yang bakal jaga rahasia itu rapat-rapat. Tapi sebagai gantinya, kamu harus balikin harga diriku. Mas Gala harus nikahin aku. Biar semua orang berhenti ngomongin tentang aku yang gagal nikah, dan ngomongin Dewi yang lebih beruntung."Gala masih menatapnya tajam“Kamu mau bebas kan, Mas Gala? Mau hidup tenang? Mau nggak dipenjara? Yaudah, tinggal nikahin aku. Aku bakal urus semuanya. Nama kamu bersih, rahasia aman. Dan aku dapat hidupku kembali.”Gala tertawa kecil, getir. “Hidup lo atau ego lo?”Geni mengangkat dagunya. “Sama a

  • SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS   46. Ketahuan

    Suara knalpot berisik, musik keras, dan aroma kopi instan bercampur dengan asap rokok memenuhi tempat tongkrongan di pojok jalan itu. Anak-anak muda tertawa seenaknya, tapi di salah satu sudut, Gala duduk sendiri. Kepalanya tertunduk, mata menatap kosong ke gelas yang tak disentuh. Tangan kirinya gemetar pelan. Nafasnya berat, dadanya seperti ditekan batu besar.Raka datang membawa dua gelas plastik berisi minuman. Ia mendekat dengan santai, tapi begitu melihat wajah Gala yang muram, langkahnya melambat."Bro, lu kenapa? Dari tadi kayak zombie. Nggak nyaut, nggak ngelirik. Lu abis berantem?”Gala nggak langsung jawab. Ia menarik napas panjang, tangannya mengepal.“Raka, gue nabrak orang.”Suaranya nyaris tak terdengar lirih, nyaris seperti bisikan.Raka terkejut. “Hah? Maksud lu? Lu serius?”“Gue... gue ikutin bapaknya Dewi. Gue cuma mau nakut-nakutin, sumpah. Tapi dia malah jatuh, kepalanya kebentur keras. Terus dia nggak ge

  • SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS   45. Ruang ICU

    Dewi menggenggam tangan Aksara kuat-kuat. “Dok, jadi Bapak saya belum sadar?”“Belum. Sejak dibawa ke sini, beliau dalam kondisi tidak sadar. Tapi kami akan lakukan yang terbaik. Mohon doanya.”Tak lama, pintu ruang UGD terbuka. Beberapa petugas mendorong ranjang menuju ruang operasi. Dewi dan ibunya menahan napas saat melihat tubuh Pak Basuki terbujur lemah di atas ranjang, kepala berbalut perban, wajahnya dipenuhi luka dan darah yang mulai mengering.“Pak …” bisik Dewi nyaris tak terdengar.Tanpa pikir panjang, Dewi dan ibunya langsung mengikuti di belakang brankar yang didorong petugas medis. Aksara menggandeng tangan Dewi erat, menyamakan langkah dengan keduanya.Suasana lorong rumah sakit terasa sunyi. Hanya bunyi roda ranjang yang berderit pelan dan desau napas tergesa yang terdengar. Beberapa perawat menyingkir cepat memberi jalan.Setibanya di depan ruang operasi, petugas berhenti. Seorang dokter bedah dan suster menyambu

  • SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS   44. Kritis

    “A-apa, Bu? Bapak... kecelakaan?” Suara Dewi mulai gemetar. “Tabrak lari?” Aksara langsung mendekat, menggenggam tangan Dewi yang mulai gemetar hebat. “Sayang, tenang. Gimana kondisi Bapak?” Dewi menahan napas, mendengarkan ibu di seberang sana yang menangis. “Bapak dibawa ke rumah sakit, katanya masih belum sadar ...” Air mata mulai mengalir dari mata Dewi. “Mas, kita harus ke sana sekarang.” Aksara mengangguk cepat tanpa banyak bicara. Ia langsung melepas apron, meraih kunci mobil dan jaket. “Kita berangkat sekarang. Kamu nggak sendiri, Sayang. Aku di sini.” Mata Dewi berkaca-kaca, menggenggam erat tangan suaminya. “Jangan lepasin aku ya, Mas, aku takut.” Aksara menariknya ke dalam pelukan. “Enggak akan. Aku janji.” Aksara menyalakan mesin mobil dengan cepat. Dalam hitungan detik, mobil melaju keluar dari tempat prkir, menembus gerimis yang mulai turun. Di kursi sebelah, Dewi m

  • SUAMI PENGGANTIKU SEORANG BOS   43. Kabar

    Tak ada yang langsung menjawab. Tapi keheningan itu perlahan berubah menjadi pelukan hangat. Hari-hari setelah pemakaman, rumah itu perlahan kembali hidup. Arjuna memutuskan untuk menetap, membantu merawat rumah dan mengurus segala keperluan. Bella kembali tersenyum walau kadang masih sembab matanya. Aksara dan Dewi sering datang, bahkan Pak Arif mulai mengurangi pekerjaannya dan lebih sering duduk di ruang tamu, menatap foto-foto lama dan berbincang pelan dengan anak-anaknya. Suatu pagi, saat matahari menyinari halaman belakang, Bella meletakkan secangkir teh di meja kayu. Arjuna sedang menyapu dedaunan kering, sementara Pak Arif menyiram tanaman. “Aku nggak nyangka rumah ini bisa kembali hangat,” ucap Bella lirih. Arjuna tersenyum. “Karena Mama nggak pernah benar-benar pergi, Bel. Cinta Mama tetap tinggal di sini, di hati kita.” *** Beberapa hari setelah pemakaman... Malam itu,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status
OSZAR »