Home / Romansa / Sebuah Penyesalan / Kekuatan Hebat

Share

Kekuatan Hebat

Author: TheCalm
last update Last Updated: 2021-12-26 00:47:26

-Sky Night Club – Beijing-

Meskipun lelah dari perjalanannya, Steven tetap semangat demi misi yang harus cepat dituntaskan. Tangannya membuka kaca spion untuk meyakinkan kalau wajahnya tidak terlihat letih, setelahnya mengambil parfume yang ada di laci sebelah kanan lalu menyemprotkannya. Sudah merasa percaya diri, dia pun ke luar mobil dan berjalan mengarah ke pintu masuk night club. Begitu sudah suara musik hip hop terdengar meramaikan suasana, kemudian dia pun duduk di tempat  yang paling menarik perhatian serta persis di dekat bartender, “Vodka!” pinta Steven.

Bartender memberikan gelas kecil dan menuangkan minuman sesuai pesanan, “Selamat menikmati.” Tangan Steven pun langsung mengambil gelas itu, lalu Steven meneguk hingga tidak tersisa.

Sedangkan di kursi tinggi yang terletak di sudut, Paula sudah mengetahui keberadaan Steven, merasa dirinya memiliki kekuatan dan tidak takut masuk penjara. Paula pun melancarkan aksinya dengan memanggil Pelayan. Pelayan pun bergegas datang menghampiri. Paula berbisik, seketika Pelayan itu memundurkan langkahnya, “Aku tidak berani melakukannya!”

Melihat reaksi tersebut Paula memasang muka kasar. Akhirnya dia pun dengan penuh keberanian mendatangi Steven. kendati awalnya dia hendak menjebaknya dengan menyuruh pelayan memberikan serbuk perangsang agar mempermudah membekukannya.

Paula memang sudah sangat menyukai Steven dari awal pertemuannya dan bertekad untuk memilikinya seutuhnya, kalau perlu seluruh kehidupannya hanya untuk dirinya saja. Menurutnya Steven adalah lelaki sesuai impiannya karena bisa menandinginya secara sempurna.

Steven yang sudah mengetahui keberadaan Paula pun segera menyambutnya tanpa memperlihatkan rasa marah, tangan Steven lihai meraih jemari juga pinggang seksi Paula dengan mesra serta lembut. Kalaupun hatinya berkata, ‘Aku harus membuat dirimu masuk ke dalam penjara!’

Sedangkan Paula bukanlah wanita yang lugu seperti anak kemarin sore, dia pun punya strategi sendiri. Paula mengelus mesra dada Steven sambil berkata sangat manja, “Aku turut berkabung akan istrimu! Karena aku tidak tahu kalau yang tidur di dalam kamar 1225 itu adalah dia. Juga aku sangat cemburu ketika mengetahui kalau kamu menginap bersama perempuan lain!” ucapnya menutupi kesalahan dirinya.

Steven memberikan kecupan mesra, “Lupakan istriku, bagaimana kalau kita pergi kembali ke Karachi besok? Temani aku hingga project selesai!” ajaknya sambil memandang wajah Paula yang cantik.

Paula memang sudah jatuh cinta pada lelaki tampan yang ada di depannya ini, isi kepalanya sudah merancang rencana licik serta membaca isi pikiran Steven, tangannya pun mengelus pipi dan lehernya dengan halus sambil berdesis manja, “Malam ini aku harus mendampingi Papa meeting!”

Paula meninggalkannya Steven yang sebelumnya mengecup pipinya, sehingga bekas lipstick merah menempel sangat jelas serta membuat nafsu kelakiannya kembali menjadi.

Yep, inilah yang Paula inginkan!

Steven segera meraih tangan Paula dan mengajaknya keluar, lalu memaksanya untuk ikut ke dalam mobilnya. Tanpa menunggu waktu, dia pun melakukannya di dalam mobil berkali-kali hingga membuat lupa akan balas dendamnya. “Sayang, kita lanjutkan di apartemenku?” bisik paula.

Tiba-tiba ada ketukan dari jendela kaca mobil yang membuat Steven terperanjat. Dia pun dengan cepat meraih celana panjanganya, kemudian memakainya. Sekilas mata Steven melirik pada kaca jendela," Bapak?" tangannya dengan cepat membukanya, “Bapak?” lagi-lagi Steven terkejut.

Tepat di depan Steven adalah Bapak yang menyebutkan tempat dunia malam, “Bapak siapa?” tanya Steven sambil ke luar dari mobil, sedangkan tangan kirinya meraih kemeja lalu memakainya.

Bapak tua ini menatap ke arah Paula yang duduk tanpa buasana di dalam mobil sangat marah, tangannya mengepal serta napasnya tersengal. “Aku adalah penjaga kuburan tempat istrimu! Panggil aku An Toan!” ucapnya dengan nada tinggi.

Tangan kanan An Toan menjambak dada Steven dengan kasar, sedangan tangan kirinya masuk ke dalam saku kemeja atasnya dan mengeluarkan sepotong kayu berukuran panjang 3 inch dan lebar 1 inch bertuliskan huruf-huruf china kuno, “Ambil ini untuk membuatmu sedikit tidak gampangan!”

Steven bingung sambil memperhatikan tulisan yang ada di tengah-tengah kayu tersebut. Baru saja mulutnya hendak berbicara, An Toan sudah lenyap dari hadapannya.

“Sayang kamu kenapa?” tanya Paula yang sudah berbusana lengkap sedang duduk di jok mobil, dia terheran melihat Steven berbicara sendiri.

Steven melongo sambil segera memasukan potongan kayu tersebut ke dalam saku celananya. Tetapi dia merasakan ada sedikit perbedaan pada dirinya, juga agak sedikit tenang dan nafsunya yang memuncak sirna seketika.

Paula ke luar dari mobil lalu menatap wajah Steven cemas, “Kamu kenapa?” dan semakin bingung karena tangan Steven mendadak sangat dingin, “Sayang, apa perlu aku membawamu ke rumah sakit?”

Dengan cepat tangan Steven menarik Paula masuk ke dalam mobil, “Ikut aku, ada yang harus aku selesaikan denganmu!” ajaknya sambil melajukan mobilnya.

Paula sedikit ketakutan, dia pun mengambil handphonenya. Baru saja tangannya mendial beberapa digit nomor, Steven segera mengambilnya dengan paksa. “Tidak usah membawa-bawa nama keluarga besarmu! Persoalan ini hanya aku denganmu, kesalahannya adalah kenapa kamu membunuh istriku?” bentak Steven dan tak terduga karena dirinya tidak tahu kenapa ini bisa terjadi.

Kendatipun dirinya sadar kalau ini bukan berasal dari dirinya sendiri. Tapi kekuatan ini kembali bereaksi, dia pun mempercepat kecepatan mobilnya dengan sangat kencang hingga 180km/hr. BMW 6i ini sekarang layaknya mobil balap dan melesat seperti kilat di antara pengguna jalanan lain. Itu membuatnya beberapa mobil saling beradu karena rem secara mendadak, serta sebagian mobil ada yang masuk hingga menerobos penghalang jalanan.

Tiba-tiba jalanan menjadi sangat ramai tidak terkendali. Tetapi mobil Steven tidak terpengaruh akan semua itu, mobilnya melesat semakin cepat, sedangkan Paula yang duduk di sebelahnya sangat ketakutan. Dia pun bergeming sambil mengeratkan pegangannya.

“Steven, kamu mau ke mana? Kita sudah ke luar dari kota Beijing!” teriak Paula sambil memegang lengannya.

Diri Steven pun tidak mengerti akan hal ini, ingin rasanya dia berhenti dan menepi, namun tidak bisa. ‘Hah? Kita sudah ada di Pemakaman Lyn?’ gumam terkejut.

Sedangkan mobil melaju masuk ke dalam tengah-tengah kuburan, lalu berhenti persis tepat di depan kuburan Lyn. Sementara wajah Paula sudah seperti mayat hidup, pucat pasi. Kemudian Steven segera ke luar dari mobil, lalu membuka pintu di mana Paula duduk, cepat sekali tanganya menjambak rambut Paula dengan kasar, serta menariknya ke luar dari mobil.

“Steven, tolong…tolong jangan buat aku seperti ini! Aku sakit!” rintih Paula sambil memegang tangan Steven.

Tepat di depan nisan kuburan Lyn, tubuh Paula dilemparkan.

Brug!

“Please Steven, aku minta maaf pada semua yang telah aku lakukan!"

"A-aku hanya ingin kamu bersamaku! Dan tak bermaksud….”

Badan Steven tiba-tiba ambruk tidak bertenaga. Paula bangkit dari sungkurannya lalu menghampiri Steven, begitu tangan Paula hendak meraih lengannya, seketika kepala Steven mendongak, matanya merah melotot menatap wajah Paula yang tepat berada di depannya. Bersamaan dengan waktu badannya pun berdiri dengan sangat cepat, kini sudah tegak.

Seketika badan Paula dibanting ke arah kuburan hingga membuat kuburan bergetar akibat kerasnya benturan. “T-tolong….” Suara minta tolong ke luar dari mulut Paula sambil merintih. Badannya seperti habis nge-gym setelah libur karena PPKM, belum lagi rambutnya seperti hendak mau lepas dari kulit kepalanya. Belumlah reda dengan rasa sakit yang ada, kaki Steven menendang Paula hingga dua kilometer jauhnya.

Steven sendiri merasa sangat kasian pada Paula, dia ingin membalas dendam dengan cara menjebloskannya ke dalam penjara, bukan dengan cara menyiksanya. Akan tetapi dia tidak memiliki kekuatan untuk menghentikannya. Setelahnya Steven pun menghampiri tubuh Paula yang sudah tidak berdaya, lalu menendanginya berkali-kali menggunakan tenaga yang sangat kuat. Entah dari mana tenaga dan kekuatan hebat itu berasal.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sebuah Penyesalan   Akhir Cerita

    Semua yang ada di dalam ruangan mengarah ke arah Jibs dengan terheran-heran.Tidak untuk Dexe juga Mawar yang memang masih ada di dalam rumah, mereka dengan cepat memberitahukan kepada atasannya akan keberadaan Jibs di sini. "Bagaimana bisa lelaki ini ada di sini?" Dexe bergumam dan hampir bersamaan dengan Mawar. Jibs berjalan ke arah sofa, kemudian dengan santainya duduk disertai dengan menopang kaki. Matanya pada Amie, kemudian pada Jhon. Lama sekali pandangan mengarah pada lelaki bertubuh kurus itu. "Akhirnya, Kamu menghirup udara bebas juga setelah berpuluh tahun lamanya menjadi budakku!" Ucapan terlontar begitu saja dari mulut Jibs. "Pacarmu, aku rampas kehormatannya. Kepintaranmu pun, Aku yang dikenal banyak orang. Aku sudah puas menikmati semua milikmu. Jadi, tidak apa-apa jika sekarang giliran Kamu yang menikmatinya." tambahnya lantang. Jhon mengepalkan kedua tangannya, dia sangat marah begitu mendengar kejujuran dari Jibs. Namun, Steven mengelus halus pundaknya, memberikann

  • Sebuah Penyesalan   Jibs Tidak Mudah Untuk Ditaklukkan

    "Cepat Nyonya, Nona...kalian harus segera keluar dari sini. Rumah ini akan dihuni oleh pemilik sebenarnya!" Marwa menggertak kasar dengan menggebrak pintu. "Siapa penghuni rumah ini?" Catherine penasaran. Tiba-tiba Jhon Rudolf, Steven dan Dexe datang dari ruangan bawah. Mereka memang sudah ada di sana setengah jam yang lalu. Steven membawa Jhon ke sini, padahal tadinya berpikiran untuk langsung ke rumah Amie, istrinya. Merasa kalau Jhon sudah sangat berhak di rumah yang semestinya ditempatinya sejak dahulu. "Bapak ini adalah pemilik rumah ini, Nyonya, Paula! Bapak ini yang telah dizolimi oleh istri juga, Jibs bapakmu!" ungkap Steven dengan tangan menepuk bahu Jhon. Catherine tersenyum tipis sembari mengangguk-angguk kepalanya. "Semoga Amie bisa menerima kenyataan pahit nantinya. Tuan tahu 'kan kenapa Tuan menikahinya dulu?" ungkap Catherine sedang mengompori. Steven mengerlingkan matanya mengarah pada Catherine. Dia ingin bertanya panjang lebar, akan tetapi merasa bukan saatnya se

  • Sebuah Penyesalan   Bu, Kenapa Diam?

    -Flashback on- Di atas jembatan panjang di United Kingdom. Catherine merasa tidak berguna, harga dirinya sudah diinjak-injak oleh kekasihnya sendiri. Pasalnya, setelah saling menikmati surga dunia. Pria yang akan berjanji untuk menikahinya pergi entah ke mana. Sebulan. Dua bulan berlalu. Catherine masih menunggu dan keadaannya sudah berbadan dua. Sakit hati, merasa tercampakan, frustasi, adalah perasaannya kini. Jembatan itu disusurinya tepat tengah malam, air matanya mengalir deras. Kedua orang tuanya pasti marah kalau mengetahui dirinya tengah mengandung, lebih parahnya kekasihnya itu pergi entah ke mana. Sedang tidak karuan datanglah Jibs Choudry, dia tengah mabuk. Mereka belum kenal satu sama lain. Terbersit di kepala Catherine untuk menjebaknya. Jibs sedang meracau tak karuan, dia memang pecandu alcohol, buatnya minuman itu sebagai penenang dirinya saat kalut dan stress. Memang dia tidak minum seperti layaknya peminum urakan di jalanan. Dia duduk manis di dalam mobilnya atau pun

  • Sebuah Penyesalan   Keluarnya Jhon Rudolf dari Kurungan Jibs

    Steven tidak menjawab yang Amie tanyakan. Dia bergegas meninggalkan apartemennya. “Steven….” Amie berteriak agak kencang, membuat lelaki berwajah sempurna itu menoleh dan menghentikan langkahnya, “Iya?” “Malam ini jangan lupa temui Aline! Dia berada di rumah….” Pemberitahuan itu terhenti ketika matanya melihat Rizwan yang masih menyamar menjadi cleaning service. “Ibu lagi di rumah mana?” Pertanyaan Steven membuat Amie gelisah karena dirinya merasakan kalau wajah cleaning service itu tak asing untuknya. Kemudian cepat sekali mendekat ke arah Steven. “Ibumu ada di rumahku yang ada di pinggir kota!” Ucapan itu hampir berbisik. Kemudian Amie pun menepuk bahu Steven. “Pergilah! Kamu hati-hati!” pungkasnya dengan mata masih melirik ke Rizwan. Akan tetapi itu membuat Steven penasaran serta mengartikan kalau itu adalah kode pemberitahuan. Dipanggilah cleaning service itu olehnya, “Permisi! Helo! Kamu!!” Sayangnya, Rizwan berpura-pura tidak mendengar seolah memahami kalau dirinya telah dicur

  • Sebuah Penyesalan   Ada Apa?

    Langkah kaki itu semakin ke depan. Ke dalam kamar tepatnya. Tangannya menekan pintu yang dibelakangnya tumpukan kardus air mineral. Pintu ditekan dan hampir menjepit tubuh Dexe yang merebah dan tenggelam ke pojokan. “Ok. Sampai ketemu besok pagi!” ujar laki-laki yang sudah rutin memantau Jhon Rudolf. “Oh, ya. Saya malam ini mau makan banyak. Bawakan kambing panggang, nasi biryani, dan beberapa gulab janum. Jangan lupa salad juga buah. Satu liter sprite!” Permintaan Jhon membuat laki-laki itu mengangguk. Dia seolah paham kalau nafsu makannya baru menggugah seleranya karena kamar telah bersih dan wangi. Cetrek! Cetrek! Suara pintu terkunci dua kali oleh laki-laki yang di pinggangnya ada pistol membuat Dexe menarik napas lega. Dexe masih menunggu beberapa detik untuk memastikan lelaki tersebut tidak kembali. “Dia akan kembali nanti malam, itu pun pelayan yang akan membawakan makanan untukku. Kamu siapa?” Jhon sekarang duduk di pinggir tempat tidurnya dengan tatapan kedua matanya ke

  • Sebuah Penyesalan   Menyamar

    "Sudah kalian pergilah!" Jibs pun ikut menyuruh. Ketiga wanita itu pun langsung ke luar rumah dengan menggunakan sopir pribadi Jibs pergi ke toko berlian langganan mereka. Sementara Catherine yang sudah mencium sesuatu rancangan suaminya tak banyak berbicara apalagi mengintrogasi. Dia cukup memahami kalau suaminya tak bisa ditantang. Sekarang mereka sedang di toko berlian dan langsung memilah yang cocok untuk dikenakan pengantin wanita di pesta nanti. ***Dexe sekarang menyamar menjadi seorang ahli nuklir dan mengaku teman Jibs sewaktu di universitas dulu. Pengakuan itu pada penjaga dengan memberikan beberapa bukti. Kendati penjaga masih menunggu jawaban dari Jibs yang tidak mengangkat teleponnya. "Cepatlah! Dia sudah menyuruh untuk ke sini sekarang! Aku pun tahu dia sedang sibuk untuk mempersiapkan acara putrinya." Dexe meyakinkan penjaga. Penjaga pun kembali melihat foto-foto dan hasil karya-karya Jibs yang terlampir di dalam map warna cokelat. "Taruh identitasmu di sini! Masukl

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status
OSZAR »