Share

Berlatih Beladiri

Penulis: Alie-Afie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-25 08:55:07

Lingga yang berasal dari desa terpencil tentu tidak mengetahui siapa Batara Kara dan apa itu sekte pedang naga.

Batara Kara adalah seorang legenda pedang kerajaan sangkala. Ribuan pemuda mengantri untuk dapat memasuki sektenya dan menjadi muridnya.

Batara Kara sedang menyendiri dan bersemedi di dasar jurang untuk meningkatkan kekuatan. Saat melihat Lingga terjatuh, dia dengan sigap menyelamatkannya.

"Salam kenal kek, aku Lingga Kalageni."

Batara Kara mengangguk, kemudian bertanya, "Siapa yang menjatuhkanmu ke jurang?"

Lingga hanya menghela nafas mengingat kekejaman warga desa. Dia kemudian menceritakan kejadian nahas yang menimpanya termasuk tato aneh di perutnya yang dikaitkan dengan kesialan yang sering menimpa desa.

"Bisakah kamu menunjukkan tato aneh di perutmu itu?" pinta Batara Kara.

Lingga mengangguk lalu mengangkat bajunya yang sudah berlumuran darah.

Batara Kara mengamati dengan serius tato di perut Lingga. Ternyata, tato di perut Lingga bergambar naga berwarna biru, namun Batara Kara menganggapnya hanyalah tato biasa.

"Bagaimana kek? Apa tato di perutku menunjukkan bahwa aku pembawa sial terkutuk?" tanya Lingga.

"Warga desamu hanya mengada-ada, tato naga biru di perutmu bukan berarti kamu adalah pembawa sial terkutuk," balas Batara Kara.

Lingga mengepalkan tangannya. "Jika saja aku memiliki kekuatan, aku pasti akan membalas perlakuan kejam mereka," katanya sambil memasang wajah penuh kebencian.

Melihat amarah Lingga, Batara Kara berpikir untuk mengajarinya seni beladiri agar dapat membalaskan dendamnya. "Apa kamu mau aku ajari menjadi seniman beladiri?"

Lingga yang bertekad membalaskan dendam, tentu langsung menyetujuinya. "Aku mau kek."

"Kalau begitu, larilah mengelilingi dasar jurang ini! Jangan berhenti sebelum aku menyuruhmu berhenti!" perintah Batara Kara.

"Baik kek," jawab Lingga.

Lingga bergegas lari mengelilingi dasar jurang yang cukup luas dengan banyak pohon layaknya sebuah hutan.

Lingga terus berlari hingga keringat mengucur deras dari tubuhnya. Setelah setengah hari berlalu, Batara Kara baru menyuruhnya berhenti.

"Huh hah huh hah." Lingga terengah-engah karena berlari sangat lama. "Kakek, apa kamu ingin menyiksaku?"

"Baru setengah hari berlari namun kamu sudah menggerutu. Apa kamu ingin menyerah?"

Lingga yang bertekad membalaskan dendam hanya tersenyum masam. "Tidak kek, aku tidak akan menyerah."

"Bagus kalau begitu. Sekarang, kita makan terlebih dahulu sebelum melanjutkan pelatihanmu."

"Baik kek," jawab Lingga.

"Bakar kelinci itu!" Batara Kara menunjuk kelinci di sampingnya yang sebelumnya dia buru.

Linggapun lalu membakarnya, kemudian menyantap daging kelinci bersama Batara Kara.

Setelah kenyang, Batara Kara menyuruh Lingga meninju sebuah pohon dan menghancurkannya.

"Bagaimana mungkin aku menghancurkan batang pohon yang keras ini?" protes Lingga.

Batara Kara mendekati pohon besar yang sangat keras kemudian langsung meninjunya.

Duarrr

Pohon besar itu hancur berkeping-keping terkena tinju Batara Kara.

"Apa kamu melihatnya? Tidak ada yang tidak mungkin," kata Batara Kara.

Lingga hanya tercengang melihat Batara Kara menghancurkan pohon besar yang sangat keras. "A ... aku melihatnya," jawabnya terbata-bata.

"Kalau begitu, lakukan saja perintahku!" perintah Batara Kara.

"Baik," jawab Lingga lalu mendekati pohon yang harus dihancurkan olehnya.

Lingga mulai meninju sebuah pohon. Namun bukannya hancur malah tangannya meneteskan darah segar.

"Jangan berhenti memukuli pohon sampai aku menyuruhmu berhenti!" perintah Batara Kara.

Bammm

Bammm

Bammm

Lingga terus memukuli pohon hingga tangannya semakin banyak mengeluarkan darah.

"Kakek, tanganku seakan mau patah. Sampai kapan aku harus memukuli pohon ini?"

"Aku tidak peduli! Terus pukuli pohon itu!"

Lingga menghela nafas, dia hanya bisa menuruti perintah Batara Kara karena dia sudah bertekad untuk menjadi kuat dan membalaskan dendamnya.

Saat hari akan berganti malam, Batara Kara baru menghentikan Lingga meskipun Lingga tidak berhasil menghancurkan pohon. Dia lalu mengobati luka di tangan Lingga dengan pengobatan tenaga dalam hingga Lingga sembuh dalam waktu sekejap.

Tanpa terasa satu tahun telah berlalu. Setiap hari Lingga harus berlari mengelilingi hutan dan meninju pepohonan.

Usaha Lingga ternyata tidak sia-sia. Dia kini dapat berlari dengan membawa batu besar seberat 500 kg, dan dia juga telah menghancurkan seluruh pepohonan yang ada di hutan dasar jurang.

"Lingga, fisikmu sudah cukup kuat. Sekarang, aku akan mengajarimu jurus dasar beladiri."

"Baik kek, apa yang harus aku lakukan?" tanya Lingga.

"Ikuti saja gerakanku!" Batara Kara memperagakan gerakan beladiri. Dari mulai sikap kuda-kuda sampai gerakan yang cukup sulit dia tunjukkan kepada Lingga.

Linggapun dengan penuh perhatian mengikuti setiap gerakan Batara Kara. Dia terus melakukannya hingga terlihat mahir dalam waktu singkat.

Batara Kara mengelus jenggotnya kagum melihat Lingga. "Lingga, aku rasa kamu adalah pemuda jenius."

"Terimakasih atas pujian kakek," balas Lingga.

Batara Kara mengambil ranting kayu kemudian berkata kepada Lingga, "aku juga akan mengajarimu jurus dasar pedang. Perhatikan dengan baik gerakanku!"

Batara Kara lalu memperagakan jurus dasar berpedang menggunakan ranting kayu sementara Lingga memperhatikan dengan seksama.

"Apa kamu sudah paham?" tanya Batara Kara setelah memperagakan jurus penggunaan pedang.

"Sudah kek," jawab Lingga.

"Selain berlari dengan beban berat 500 kg, setiap hari kamu juga harus melakukan gerakan yang sudah kakek ajarkan ini!" perintah Batara Kara.

Lingga tidak banyak membantah, dia mulai berlatih gerakan dasar beladiri dan dasar penggunaan pedang.

Hari demi hari berlalu hingga tak terasa setahun kembali berlalu dengan cepat. Tak hanya kemampuan fisiknya yang menakjubkan, Lingga kini menguasai dengan sempurna jurus beladiri tanpa senjata dan jurus dasar penggunaan pedang.

Saat Lingga sedang berlatih jurus dasar berpedang menggunakan ranting kayu, Batara Kara memanggilnya.

"Ada apa kek?" tanya Lingga.

"Aku sudah dua tahun mengajarimu dan sudah cukup bersemedi di dasar jurang ini. Aku akan kembali ke sekte pedang naga," ucap Batara Kara.

"Karena kakek sudah mengajariku, bisakah aku memanggil kakek sebagai guru dan ikut ke sekte pedang naga?" pinta Lingga.

"Selama ini aku tidak menerima satupun murid, begitupun denganmu. Aku hanya mengajarimu sedikit ilmu beladiri dan tidak menganggapmu sebagai muridku," tolak Batara Kara.

"Tolong terima aku sebagai muridmu, Kek!"

"Begini saja, aku akan menerimamu sebagai muridku jika kamu berhasil masuk sekte pedang naga. Aku akan kembali ke sekte terlebih dahulu dan kamu akan kesana seorang diri sebagai bentuk keseriusanmu," ucap Batara Kara.

"Aku setuju." Tanpa basa-basi Lingga menyanggupinya.

Batara Kara kemudian membawa Lingga naik dari dasar jurang.

"Aku akan pergi sekarang. Aku harap kamu bisa bertahan di dunia yang kejam ini," ucap Batara Kara lalu melesat pergi meninggalkan Lingga.

Sepeninggalan Batara Kara, Lingga teringat warga desa yang selalu menyiksanya dan menjatuhkannya kedalam jurang. "Aku akan kembali ke desa dan membalaskan dendamku."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • LINGGA KALAGENI: Pendekar Terkutuk dari Sekte Pedang Naga   Pelelangan

    Setelah menyantap hidangan, Lingga memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dan berpamitan kepada kepala dan tetua desa. Dia harus segera menuju ke kota awan perak agar tidak tertinggal mengikuti turnamen. Jarak antara desa banyu biru dengan kota awan perak sudah sangat dekat, mungkin butuh waktu sehari untuk sampai kesana. Setelah melesat selama sehari, Lingga akhirnya sampai di kota awan perak. Dia mengagumi keindahan kota dimana banyak bangunan-bangunan megah yang berdiri tegak. "Tuan, apa ada kamar yang kosong?" tanya Lingga setelah memasuki sebuah penginapan. "Penginapan kami telah penuh," jawab pemilik penginapan. Kota awan perak sangat ramai, baik dari kalangan peserta turnamen ataupun pengunjung. Hal itu membuat penginapan-penginapan penuh sesak. Linggapun akhirnya keluar untuk mencari penginapan yang lain. "Huh, penginapan disini semuanya penuh, apa tidak ada lagi yang kosong?" desah Lingga setelah memasuki beberapa penginapan tapi tidak kunjung juga memperolehnya.

  • LINGGA KALAGENI: Pendekar Terkutuk dari Sekte Pedang Naga   Berlatih Keras

    Lingga terus mencoba mempraktikkan tarian pedang poenik. "Terlihat indah, namun sulit dipelajari," desahnya. Setelah seratus kali mencoba, Lingga akhirnya dapat menguasai jurus pertama amukan pedang poenik tersebut. Itu adalah sebuah prestasi yang sangat memukau, bahkan kultivator hebat belum tentu dapat menguasainya dengan cepat. Setelah mahir memperagakan jurus pertama, sebuah lukisan kembali muncul. 'Poenik Melawan Langit.' Itulah jurus kedua yang harus Lingga kuasai yang tertera di dalam lukisan. Sebuah bayangan tiba-tiba kembali keluar dari dalam lukisan. Bayangan itu lalu mempraktikkan jurus kedua yaitu Poenik Melawan Langit. "Jurus apa itu?" Lingga melongo melihat Poenik Melawan Langit. Bayangan di hadapannya melompat tinggi ke udara, kemudian kembali ke daratan sangat cepat hingga terjadi suara menggelegar saat pedang itu mengenai lantai. Bommm Suara dentuman itu membuat telinga Lingga seolah terkoyak, namun Lingga berhasil mengatasinya. Itulah jurus Poenik Melaw

  • LINGGA KALAGENI: Pendekar Terkutuk dari Sekte Pedang Naga   Amarah Pedang Poenik

    Lingga yang penasaran mendekat dan menghadap pemuda bertopeng serigala. "Saudara, apa yang akan kamu lakukan dengan perawan desa?" Pemuda bertopeng serigala seketika menjadi sangat marah. Dia tidak ingin ada yang membantah maupun menanyakan tentang perintahnya. Sementara warga desa sendiri sudah mengetahui jika perawan desa akan dijadikan budak di sekte serigala hitam. Wusss Pemuda bertopeng serigala itu langsung melompat ke arah Lingga. Dia berniat membunuhnya untuk dijadikan contoh agar warga desa tidak menentangnya. "Berani sekali kamu bertanya?" katanya sambil melesatkan tinju. Kepala desa dan warga desa hanya dibuat semakin takut melihat kemarahan pemuda bertopeng serigala. Mereka bisa saja dibunuh karena tingkah Lingga. "Darimana datangnya pemuda itu? Berani sekali dia ikut campur dengan urusan desa," gumam kepala desa. Kepala desa dan warga desa menganggap Lingga akan mati karena pemuda bertopeng serigala mengerahkan segenap kemampuannya meninju Lingga. Namun, L

  • LINGGA KALAGENI: Pendekar Terkutuk dari Sekte Pedang Naga   Beruang Hitam

    Dengan kecepatannya, beruang hitam mengejar tubuh Lingga yang baru saja terlempar. Saat sudah dekat, dia berusaha mencabiknya dengan kedua cakarnya. Lingga tentu tidak tinggal diam, dia berguling untuk menghindar sehingga cakar beruang hitam mengenai pohon. Lingga tersenyum kecut melihat pohon kokoh dan besar tercabik dan hancur berkeping-keping terkena cakar beruang hitam. "Terlambat sedikit saja menghindar, mungkin akulah yang akan hancur seperti pohon itu." Cakar beruang hitam itu tidak ubahnya seperti sebuah pedang yang sangat tajam. Ketajamannya bahkan mampu menghancurkan bebatuan yang sangat keras. Lepas dari cengkraman sang beruang, Lingga mengalirkan tenaga dalam kedalam kepalan tinjunya. "Tinju Auman Singa." Dia meninju bagian belakang beruang itu. Beruang hitam tampak tidak terpengaruh sedikitpun, masih berdiri tegak di tempatnya berada. Hal itu membuat Lingga kaget mengetahui kekebalan beruang hitam itu. Beruang hitam itu menengok ke belakang kemudian membabi bu

  • LINGGA KALAGENI: Pendekar Terkutuk dari Sekte Pedang Naga   Tinju Auman Naga

    Lingga berniat meningkatkan teknik dasar beladirinya dengan menghadapi singa buas. Dia langsung bersiap mengepalkan tangannya, akan mencoba menghadapinya dengan tangan kosong. Singa buas itu berbalik arah kemudian berlari sangat cepat ke arah Lingga. Saat sudah berada dekat dengan Lingga, dia melebarkan mulutnya seolah hendak memakannya. Dengan tumpuan kaki, Lingga menghentak ke tanah kemudian melesat menyambut singa buas dengan kepalan tinjunya. "Tinju Auman Naga." Lingga meneriakkan nama jurus secara asal. Saat kepalan tinju Lingga hendak mengenai kepala singa buas, singa itu bergerak ke kiri dengan gesit dan cekatan sehingga tinju Lingga hanya mengenai angin kosong. Lingga menghentikan langkahnya kemudian berbalik arah menghadap sang singa, begitupun dengan singa itu yang sudah kembali menghadap Lingga. "Sial, aku sudah mengumpulkan tenagaku untuk meninjunya tapi dia menghindarinya," gerutu Lingga. Goarrr Singa buas meraung, mukanya tampak lebih menyeramkan dari seb

  • LINGGA KALAGENI: Pendekar Terkutuk dari Sekte Pedang Naga   Kaisar Benua

    Lingga tidak pergi meninggalkan kota daun emas, tetapi kembali ke penginapan. Dia akan berkultivasi dan memperbanyak lagi energi qi yang telah terkuras habis. Sementara itu, walikota menyuruh para prajurit kota mengurusi mayat-mayat yang tewas, begitupun dengan mayat Adiprana, Gana dan Jaka. Setelah sampai di penginapan, Lingga duduk dengan posisi lotus dan mulai menyerap energi qi. Sehari, dua hari, tiga hari Lingga terus berkultivasi. Energi qi dalam dantiannya kini telah bertambah semakin banyak sebesar kepalan tangan. Hal itu perlu dibanggakan dan Lingga bisa dikatakan sebagai pemuda yang sangat jenius. Kultivator pemula bahkan bisa menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk melakukan seperti yang Lingga lakukan. Duarrr Ledakan spiritual tiba-tiba terjadi, hal itu menandakan jika Lingga berhasil mencapai tingkat pelatihan qi tahap pertama. Lingga tersenyum menyeringai. "Akhirnya aku berhasil, ternyata seperti ini rasanya menjadi kultivator pelatihan qi tahap pertama." B

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status
OSZAR »