Leticia Ramona menikahi pria asing yang kebetulan ada di gereja tempat ia akan menikah dengan pria yang dijodohkan dengannya. Di kehidupan kedua ini, ia nekat membelot dari rencana sang ibu tiri demi menghindari kematiannya. Ia juga berjanji tidak akan bersikap naif lagi dengan menuruti semua keinginan ayahnya. Leticia akan memilih jalan hidupnya sendiri dan membalas dendam pada keluarga yang telah menyiksanya selama ini! Bagaimanakah perjalanan balas dendam Leticia saat ia justru melakukan kesalahan pertama di kehidupannya kali ini dengan menikahi orang yang sama dengan di masa lalu?
Lihat lebih banyak"Apa kau mengerti dengan apa yang kukatakan, Leticia? Kau tidak memiliki pilihan selain menikah dengan Tuan Castellano atau hidup ayahmu akan berakhir!"
Rasa sakit menjalari rahangnya yang berada dalam cengkraman kuat seseorang. Kuku-kuku panjang miliknya yang menyentuh pipi gadis cantik itu terasa seakan menusuk kulit mulusnya. Namun, tidak sedikitpun gadis bernama Leticia ini menunjukkan ekspresi kesakitan. Alih-alih meringis, Leticia menatap wanita berlipstik merah merona tersebut dengan tatapan terkejut.'Gabriella?' ucapnya dalam batin, setengah tidak percaya pada apa yang kini dilihatnya.Wanita bernama Gabriella itu melepaskan cengkramannya pada rahang Leticia dengan kasar, membuat wajahnya menoleh ke samping. Leticia merenung dan memikirkan semua kejadian ini. Belum lama, tetapi suara Gabriella kembali terdengar."Kau dan dia hanya akan menikah secara hukum, jadi tidak ada pengucapan sumpah di altar." Kalimat yang diucapkan oleh Gabriella sama persis seperti yang ada di ingatannya.Leticia semakin terkejut dan kembali menatap sang ibu tiri. Tatapannya mengundang netra Gabriella untuk kembali mengalihkan atensi padanya. Dahi Gabriella berkerut tidak suka, melihat anak tirinya ini yang bengong dan tampak tidak mendengarkan ucapannya."Apa kau mendengarkanku, Leticia?!" bentaknya keras."I-ibu?" Tanpa sadar Leticia memanggil ibu tirinya dengan gumaman kecil nyaris berbisik.Plak!"Haruskah aku memukulmu untuk mengajarimu lagi?" desis Gabriella dengan nada dingin.Sorot mata Gabriella menyalang tajam pada Leticia. Tangannya kembali terangkat seakan hendak menamparnya kembali, tetapi ia mengurungkan niatnya, dan menghela napas dalam. Gabriella berusaha menetralkan emosinya yang sempat naik pitam, mendengar panggilan ibu dari orang yang bukan darah dagingnya."Perbaiki make up-nya sampai bekas kemerahan itu tertutupi," perintah Gabriella pada dua orang perias yang juga berada di ruang tunggu pengantin wanita. Sebelum akhirnya ia keluar menutup pintu dengan kencang.Dua perias tersebut yang semula berdiam kaku di dekat cermin tanpa berani mengintervensi, segera bergegas mendekat pada Leticia. Mereka melakukan tugasnya dengan baik tanpa banyak berbicara.Sementara Leticia masih terpaku diam menatap lurus ke depan dengan segala keterkejutan yang masih melekat. Kejadian terakhir kali dalam hidupnya bukanlah di tempat ini. Ia sangat yakin jika dirinya telah mati dalam kecelakaan mobil malam itu. Lantas, kenapa ia sekarang berada pada waktu akan menikah lagi dengan suaminya?'Apa ini semacam mimpi atau kilas balik kehidupan sebelum menuju akhirat?' tanya Leticia yang lagi-lagi dilontarkan pada dirinya sendiri.Jika ini hanya sebuah mimpi atau kilas balik, rasa sakit bekas tamparan itu tidak akan senyata ini. Orang-orang di sekitarnya, perkataan mereka, dan semua kejadian ini sangat runtut seolah terulang kembali. Jika benar semua ini terulang kembali, apa mungkin di dunia nyata ada kekuatan untuk mengulang waktu?"Kapan pernikahan akan dilangsungkan? Dan dimana ini?" tanya Leticia pada dua orang yang sibuk di depannya, untuk memastikan.Mereka yang semula menyerngit bingung, salah satunya tetap menjawab, "Pukul 9 pagi, Nona. Anda akan menikah di gereja ini, Valencia Cathedral."Benar, menurut ingatannya pun ia menikah pukul 9, di gereja ini yang berada di Kota Valencia. Ia hanya menikah secara hukum, tanpa pengucapan ikrar sumpah pernikahan. Setelah itu ia akan pergi ke mansion milik suaminya di Kota Madrid. Lalu mendekam di sana layaknya seorang tahanan. Kesepian seorang diri, tanpa mengenal dan mengetahui sedikitpun wajah dari pria yang dinikahinya selama satu tahun. Dan kecelakaan yang merenggut nyawanya pun terjadi."Anda sudah selesai, mari berdiri untuk merapikan gaunnya." Perkataan perias tersebut menyadarkan Leticia dari lamunan singkatnya. Ia berdiri mengikuti intruksi sambil kembali merenung."Emm, permisi," ucap Leticia tiba-tiba secara spontan.Dua perias tersebut yang sibuk mengatur gaun panjang nan mewah Leticia, mengalihkan atensi mereka padanya. Ia menatap keduanya bergantian dengan keringat dingin yang mulai keluar dari punggungnya."A-aku butuh ke toilet sebentar untuk sedikit menenangkan diri." Leticia sangat gugup bahkan hanya untuk sekedar meminta izin pergi ke toilet. "Aku tidak akan lama, a-aku berjanji," lanjutnya kembali meyakinkan."15 menit lagi Anda harus keluar," jawab salah satu dari mereka akhirnya membiarkan Leticia, setelah melihat sebentar rekannya."Baiklah." Setelah mendapat izin, Leticia bergegas berjalan ke arah pintu kamar mandi di ruangan ini.Leticia mengunci rapat-rapat pintunya dan memastikan jika pintu tersebut tidak bisa terbuka. Ia menjauh dari pintu dengan langkah gemetar dan menyentuh kepalanya yang tiba-tiba pening. Tubuhnya bersandar pada wastafel yang sengaja ia nyalakan untuk meredam suara."Tidak mungkin," gumamnya dengan mata melotot tidak percaya."Tidak mungkin, 'kan? Apa ini mimpi atau hanya kilas balik atau ...?" Leticia menggelengkan kepalanya. Perlahan air mata keluar membasahi wajah yang sudah terpoles make up itu. Tangan yang semula memegang kepalanya, berpindah menutupi wajahnya yang menangis.Setelah beberapa lama, Leticia menoleh ke belakang dan mendapati bayangan dirinya di dalam cermin. Saat itulah Leticia menerima dan menyadari sebuah fakta yang sangat mustahil ini. Sosok yang sangat cantik sekaligus menyedihkan itu adalah dirinya. Dirinya satu tahun lalu sebelum menikah dengan pria dari keluarga kaya raya Castellano. Sekarang Leticia kembali pada waktu ini dan akan mengulang semuanya.Sekelebat bayangan-bayangan menyedihkan kehidupannya dulu terbesit satu persatu. Semua hari terasa sangat menyakitkan dan sepi. Bahkan ayahnya yang sangat diharapkan oleh Leticia, mendorongnya ke dalam neraka pernikahan ini."Tidak, aku tidak mau hidup seperti itu dan mati muda lagi." Leticia berusaha menghentikan tangisnya dan sekali lagi melihat ke arah cermin. Wajahnya sudah kacau berantakan, seperti kehidupannya yang akan terjadi jika dirinya tetap mengikuti skenario takdir di masa lalu. "Aku harus melarikan diri dari sini."Leticia melepaskan gaun berbahan brokat yang panjang tersebut, menyisakan dalaman gaunnya yang tipis. Ia lalu melepas sepatunya dan meneliti sekitar ruang kecil ini."Nona!" Gendoran pintu dari luar menyentak Leticia.Gadis itu menoleh sebentar pada pintu, tanpa berniat menjawab mereka. Lalu tatapannya beralih pada sebuah jendela kecil di atas toilet. Ia naik ke atas toilet dan berusaha memanjat ke atas."Ada apa ini? Dimana Leticia?" Tiba-tiba suara Gabriella di luar kamar mandi membuat Leticia semakin gelisah."Nona sedang di kamar mandi, Nyonya." Suara perias tadi terdengar menjawab."Apa?! Apa kalian bodoh membiarkannya kabur?!" Suara bentakan Gabriella terdengar memarahi mereka berdua. Lalu gedoran pintu kamar mandi menyusul terdengar.Leticia semakin panik dan berusaha melompat-lompat ke arah jendela. Ia mulai mendengar Gabriella memanggil para pengawalnya dan mereka pasti akan mendobrak pintu. Sebelum para bodyguard itu datang dan mendobrak pintu, gadis itu telah berhasil memanjat, dan tanpa pikir panjang melompat turun ke bawah.Bertepatan dengan itu, para bodyguard yang dipanggil Gabriella telah berhasil mendobrak pintu kamar mandi. Tentu saja yang mereka lihat hanyalah gaun pengantin mewah bersama sepatu mahalnya. Sementara Leticia telah melarikan diri melalui jendela di atas toilet.Dua perias yang juga melihat hal tersebut mulai gemetar ketakutan. Sebab merekalah yang mengizinkan Leticia dan menjadi penyebab utama dia kabur."Tolong ampuni kami, Nyonya!" seru mereka serempak berlutut di bawah kaki Gabriella. Meminta belas kasih pengampunannya dengan isak tangis."Dasar jalang tidak berguna!" teriak Gabriella dipenuhi amarah sambil menendang mereka berdua."Cepat cari gadis itu dan bawa dia kembali!" perintahnya kemudian pada dua bodyguard tersebut yang telah menunggu perintah sang majikan."Baik, Nyonya."***Sementara itu, Leticia yang telah keluar dari ruang pengantin melalui toilet, tidak memiliki situasi yang lebih baik. Jendela itu cukup tinggi sehingga kakinya bengkak karena terkilir saat melompat turun. Ia tidak bisa diam dan beristirahat karena dirinya masih ada di dalam gereja. Bodyguard Gabriella pasti sudah mengejarnya."Ahh ..." ringisnya pelan sambil menahan sakit pada kaki yang terus ia paksakan berlari.Air mata kesakitan sekaligus rasa putus asa telah membasahi wajahnya. Ia telah berlari entah kemana dan ada dimana dirinya sekarang. Rasa frustasi mulai menghinggapi kala pintu keluar tak kunjung ditemukan."Nona Ramona, berhenti!" Suara itu membuat Leticia menoleh ke belakang.Tampak dua pria bertubuh besar itu berlari ke arahnya dari ujung lorong. Leticia melotot terkejut dan kembali memaksakan diri mempercepat langkahnya. Jantungnya berdegup kencang, berharap akan sebuah keajaiban lain yang bisa menolongnya. Mustahil bisa menghindari mereka bahkan dalam keadaan normal sekalipun.Bruk!"Aww ..." Leticia kembali meringis saat tubuhnya menabrak sesuatu yang keras hingga ia terjatuh.Ia memegangi kakinya yang berdenyut kesakitan. Pandangannya lantas tertuju pada sepasang sepatu di hadapannya. Sebelum Leticia mendongak, sebuah tangan lebih dulu terulur ke arahnya."Kau baik-baik saja, Nona?" tanya suara tersebut.Saat itulah Leticia mendongak dan melihat sepasang netra obsidian gelap sekelam malam dari wajah tampan di hadapannya. Untuk beberapa detik tatapan Leticia seakan terkunci di dalam netra obsidian tersebut.---To be continued"Anda baik-baik saja, Tuan Muda?" Gaspar yang menyetir, melihat khawatir bagaimana bosnya itu begitu kelelahan, tertekan, dan sangat stres."Kapan misi terakhirku? Dan berapa lama aku meninggalkan Leticia?" Alih-alih menjawab, Tytan bertanya balik."Itu beberapa bulan lalu. Anda meninggalkan Nyonya Muda selama kurang lebih sebulanan." Raut wajahnya menjadi semakin frustasi ketika mendengar jawaban tersebut.Untuk pertama kalinya Tytan merasa sangat enggan apalagi berhasrat menyelesaikan sebuah misi. Padahal di sepanjang hidupnya, ia tidak pernah memprotes atau terpaksa melakukannya. Semua perubahan ini disebabkan hanya karena seseorang yang masuk ke dalam kehidupannya. Dan karena seseorang itu juga, banyak hal lainnya berubah."Apa aku bisa kembali pada Leticia dengan selamat jika aku membunuh Massimo sekarang?" tanyanya lagi dengan suara gumaman."Jangan lupa kita sudah ada di Sisilia, Tuan Muda." Gaspar mengingatkan mulut bosnya itu, kalau-kalau ia melupakan di mana mereka sekarang.
"Selamat pagi, Nyonya." Ketika ke luar dari kamarnya, seseorang yang menyapanya pertama kali adalah seorang wanita. Leticia pun membalas sembari tersenyum kecil, "Selamat pagi juga, Ellina."Satu bulan tak terasa berlalu cepat. Leticia masih sibuk mengurus beberapa calon pembeli rumahnya, mengharuskan ia bolak balik dari ibukota ke Valencia. Karena hal itu, akhirnya Tytan memutuskan untuk menyuruhnya tinggal sementara di rumahnya. Bersama Diego yang memimpin beberapa orang sebagai pengawalnya.Sementara Tytan akan ke mari beberapa kali dalam seminggu. Karena ia juga sama sibuknya, sebagian besar malamnya dihabiskan di kantor. Untungnya, tidak ada yang terjadi sejak kedatangan Massimo. Namun, hari ini, hari yang dijanjikan untuk ke dokter kandungan bersama, Leticia tidak melihat suaminya itu di rumah."Apa Tytan tidak kembali sejak kemarin?" tanyanya pada Ellina yang menuangkan segelas air untuknya. Ia memberikannya seraya menjawab, "Tidak, Nyonya.""Kenapa dia belum pulang?" Leticia b
"Kalian sudah selesai berbicara?" Massimo dan Tytan kembali masuk ke dalam rumah, mendistraksi pembicaraan Leticia dan Sofia yang intens.Sofia yang semula bersikap dan berbicara angkuh, dengan cepat kembali memasang topengnya. Ia berdiri dan mendekati Massimo, mulai berbicara, "Ya, Leticia tidak mau berubah pikiran. Jadi, tidak ada yang bisa kulakukan."Leticia yang sangat kesal padanya, hampir tidak bisa mengendalikan diri. Rasa takutnya yang sejak awal menghantui, mendadak menghilang karena keberadaan wanita itu. Ia tampak jelas berusaha meminta dukungan dari Massimo sekaligus simpati dari Tytan. Memperlihatkan seolah dirinya buruk."Apa pembicaraan kalian tidak berjalan lancar?" tanya Massimo."Sayangnya begitu, Ayah. Aku tidak bisa menerima seseorang yang tidak pernah menganggapku sebagai keluarganya. Apalagi meminta maaf pun tidak sudi." Leticia akhirnya kehilangan kendali dan mengatakan yang sebenarnya."Oh ..." Massimo menatap keduanya bergantian sebelum akhirnya menatap Tytan
"Diego!" Begitu pemuda itu ke luar mobil, Gaspar yang berada di sekitar pekarangan, menghampirinya, menghentikan niatnya yang hendak membuka pintu mobil untuk Leticia. "Bukankah sudah aku bilang ada perintah dari Tuan Muda untuk tidak membawa pulang Nyonya Muda?" "Sekarang di dalam ada Tuan Besar dan Nona itu!" serunya penuh penekanan. "Itu ..." Diego tidak bisa menjawab. Dan Leticia lah yang meneruskan saat ia ke luar dengan sendirinya, "Aku yang ingin pulang sekarang. Aku yang menyuruh Diego, Gaspar. Jangan menyalahkannya." "Nyonya Muda, maafkan saya," ujar Gaspar sembari menundukkan kepala diikuti Diego."Aku tahu di dalam ada siapa," balas Leticia tampak sama sekali tidak gentar. Sebaliknya, di dalam tubuhnya, jantungnya berdegup kencang. Ia rasanya seperti orang kedinginan yang tidak berhenti berkeringat dingin dan gemetar. Ia sebisa mungkin mengendalikan ekspresinya agar tidak mengkhawatirkan semua orang terutama Tytan. Apalagi membuat ayah mertuanya itu curiga. "Tidak perl
"Sayang, kau benar-benar baik-baik saja, kan? Apa pembicaraan tadi dengan Tuan Armond mengganggumu?" Tytan mengulangi pertanyaan itu untuk yang ke-lima kalinya sejak meninggalkan kantor."Itu memang sedikit mengusikku, tetapi aku tidak apa-apa. Tytan, kau sudah menanyakannya sebanyak lima kali di mobil." Leticia memperlihatkan semua jarinya sambil menghadap suaminya."Dan kau hanya menjawab dua kali," katanya mengangkat dua jari yang membuat Leticia memutar bola mata. "Apa dua kali masih kurang menjawab lima pertanyaanmu yang sama?"Leticia merasa sedikit risih dengan sikap Tytan karena keberadaan Gaspar di antara mereka. Ia memilih kembali mengalihkan atensi ke luar mobil, memperhatikan jalanan, gedung, dan toko-toko yang berada di sisinya. Berbagai macam cafe, berbagai macam toko, dan berbagai macam orang yang juga berlalu lalang menikmati matahari."Haruskah kita berjalan-jalan dulu sebelum pulang?" Suara Tytan kembali terdengar.Leticia sekali lagi menoleh padanya. Secara bersamaa
Setelah menyelesaikan urusan di kediaman Ramona yang meninggalkan berbagai emosi, Leticia bersama Tytan pergi ke kantor RM Ent. sesuai rencana. Suasana tampak sibuk seperti kantor normal pada umumnya. Keduanya pun masuk ke dalam lift, langsung menuju lantai teratas.Ruangan dengan pintu kayu kokoh dan berukuran cukup besar menjadi tujuan mereka setelah ke luar dari lift. Tytan yang membuka pintu, membiarkan Leticia masuk lebih dulu. Saat itulah suara-suara obrolan di dalam ruangan menjadi terdengar sampai ke telinga keduanya.Namun, detik berikutnya, begitu melihat kehadiran Leticia bersama Tytan, obrolan itu pun terhenti. Salah seorang dari mereka berdiri menyambut, "Nona Leticia. Selamat datang.""Tuan dan Nyonya sekalian, seperti yang kalian tahu, beliau adalah putri tunggal Tuan Rafaelo, pewaris sahnya." Pria itu memperkenalkan Leticia ketika sudah di sampingnya, mewakilinya."Mohon maaf sebelumnya atas keterlambatan saya, Tuan, Tuan dan Nyonya, Nyonya." Leticia buka suara sambil
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen